Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah.
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.
Pendidikan
IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Carin
dan Sund (1993) dalam Indrawati ( 2007) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan
yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan
berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada pengertian IPA
itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1.
sikap: rasa ingin tahu tentang
benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang
menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA
bersifat open ended;
2.
proses: prosedur pemecahan masalah
melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan
eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
3.
produk: berupa fakta, prinsip,
teori, dan hukum;
4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan
sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan
ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam
proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga
peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami
fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru
cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Pada
kurikulum IPA tahun 2006 yang lalu dinyatakan bahwa “Pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
ilmiah”. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan scientific pada
pembelajaran IPA bukanlah hal yang baru, penerapannya diintegrasikan pada
berbagai model, strategi, metode dan pendekatan lainnya yang sesuai dengan karakteristik
pembelajaran IPA.
Tulisan yang bagus dan bermanfaat. Ijin copy Bung....
BalasHapusSilahkan Pak bebas semoga bermanfaat
BalasHapus