Rabu, 18 Januari 2012


OPINI
Membangkitkan Guru
untuk Berani Berinovasi
Oleh; Subagjo, M.MPd

Berangkat dari takut menyebut dirinya benar-benar seorang guru karena kurang yakin dan kurang percaya diri kalau dirinya adalah seorang guru. Maka tidak percaya bahwa yang dilakukan sehari-hari di depan kelas merupakan wujud tindakan seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Gurupun tidak yakin bahwa yang dilakukan adalah sebuah model pembelajaran yang mampu mengantarkan siswa untuk berubah dan berkembang dari belum tahu menjadi tahu, dari belum mampu menjadi mampu, dan dari belum bermoral menjadi sosok yang penuh dengan tindakan moral.
Guru sebagai pengguna metode dan bukan pengikut sebuah metode, semestinya seorang guru dapat menggunakan beragam metode sesuai dengan kondisi siswa, tujuan, sarana, dan situasi. Dengan begitu, guru akan memperoleh kenikmatan dalam mengajar karena digemari siswa, tujuan tercapai, dan hati guru sangat puas akibat inovasi yang dilakukannya.
Guru merupakan sosok yang sebenarnya sangat terbuka terhadap segala perubahan. Tengoklah, banyak guru yang dengan mudah menggunakan alat-alat telekomunikasi, dengan gampang memakai alat transportasi, dan dengan gembiranya menerima alat rumah tangga yang semakin mudah digunakan dan cepat tersedia. Hal itu berarti, guru juga sangat lekat dengan perubahan. Namun, mengapa perubahan di bidang pembelajaran sangat sulit diikuti oleh para guru?
menyebabkan para guru dirasakan sulit menerima perubahan pendidikan meskipun berkali-kali mengikuti berbagai pelatihan pembelajaran. Pertama, banyak guru takut salah dan tidak percaya diri dalam menerapkan pembelajaran berinovasi. Kedua, guru takut dicela oleh temannya dan takut dianggap sok maju. Ketiga, guru takut waktu yang tersedia dalam pembelajaran tidak cukup untuk digunakan dalam berinovasi. Keempat, guru takut dikecam kepala sekolah dan guru lainnya karena kelas inovasi dipandang sebagai biang kegaduhan, keramaian, dan kericuhan. Kelima, guru takut keluar dari zona aman karena telah merasa nyaman dengan pembelajaran tradisional yang mengental dan terukir kuat di memorinya. Keenam, guru takut ribet dengan tugas tambahan akibat inovasi pembelajaran.
Ketakutanlah yang menyebabkan guru memilih asyik, nyaman menggunakan cara mengajar tradisional. Sudah saatnya ketakutan yang tidak berdasar itu disadarkan dengan membangun keyakinan dan kepercayaan diri guru yang bersangkutan.
Berikut mungkin dapat disarankan agar dapat menerapkan pembelajaran dengan suka cita, bahagia, dan sangat digemari oleh siswa-siswanya, serta tujuan pembelajaran tercapai.
Pertama, yakinlah bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya. Keyakinan tersebut didukung dan dibuktikan oleh perubahan yang terjadi dalam diri guru, yakni perubahan dahulu anak-anak, mahasiswa, dan sekarang menjadi guru tanpa terasa dan tidak disangka-sangka sebelumnya. Artinya guru ternyata dalam lingkaran perubahan. Dunia berkembang karena inovasi manusia dan guru adalah manusia. Dengan begitu, semua guru pastilah dapat berinovasi. Keyakinan tersebutlah yang harus dipegang kuat-kuat saat hendak berinovasi di kelas.
Kedua, sungai besar pasti dari sungai kecil. Untuk menjadi besar mulailah dari yang kecil-kecil. Mulailah berinovasi dari aspek yang kecil-kecil seperti mengubah tempat duduk, memvariasikan gaya berbicara di depan siswa, mengubah bentuk tulisan di papan, cobalah siswa disuruh memanggil guru dengan nama yang berbeda, dan cara-cara lain yang kecil-kecil. Dari yang kecil-kecil itu, niscaya inovasi pembelajaran juga akan turut serta dijalankan dengan hasil yang besar.
Ketiga, buatlah catatan perubahan dalam buku harian tentang cara dan gaya mengajar setiap hari. Kemudian, lihatlah apakah ada perubahan cara dan gaya? Jika ada perubahan berarti, inovasi pembelajaran telah dilakukan.
Keempat, mulailah mengerti bahwa inovasi berbeda dengan kreatif. Inovasi merupakan perubahan yang berangkat dari yang sudah ada yang bergerak secara maju dan berkelanjutan. Kreatif merupakan perubahan yang terjadi dari belum ada menjadi ada. Jadi, inovasi merupakan sesuatu yang wajar, alamiah, dan seharusnya terjadi dalam diri setiap manusia.
Kelima, mintalah teman guru, siswa, atau kepala sekolah untuk memberikan teguran manakala pembelajaran yang dilangsungkan sama dengan hari kemarin.
Lupakan sejenak deretan nama-nama metode dan nama-nama pakar yang tampaknya semua berbau asing. Mulailah berbuat beda dari gaya dan cara mengajar sebelumnya dengan keinginan sendiri asal sesuai dengan tujuan pembelajaran. Lagu, teka-teki, TTS, sulap, kartu, boneka, gambar, benda hidup, batu, lidi, bola, gerak tubuh, dan sebagainya dapat dibawa ke dalam kelas sebagai media pembelajaran. Formulasikan fakta, konsep, prosedur, dan prinsip melalui media tersebut. Bergembiralah bersama siswa dalam memainkan media dalam nuansa pembelajaran.
Setiap ada acara pemilihan guru favorit di sekolah atau di koran-koran pastilah guru terfavorit adalah guru yang menyenangkan, menantang pikiran, gembira, sabar, baik hati, dan tidak membuat mengantuk siswa saat belajar. Hal itu berarti guru yang inovatif sebenarnyalah juga digemari oleh siswa karena sifat-sifat terpuji yang melekat dalam dirinya. Guru merupakan sosok yang bersentuhan langsung dengan anak-anak sehingga tingkat penyesuaian diri guru dengan diri anak juga harus tinggi. Dengan begitu, tidak pada tempatnya guru takut berubah dan takut berinovasi.
Demikian pula ketakutan tidak akan terjadi dalam diri guru jika semua pihak memberikan penghargaan yang kuat terhadap kinerja guru yang ada selama ini. Penghargaan tersebut tidak hanya diartikan dengan besaran tunjangan tetapi berupa dukungan moral, perhatian terhadap guru inovatif, dan pemberian kebanggaan sebagai guru.
Disarikan dari Gardu  Guru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar