Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta
didik memenuhi standar komptensi yang ditetapkan.
Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa
karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam
karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam
melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan
siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi
dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam
tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta (6)
melaksanakan kode etik jabatan.
Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme
guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction)
dan komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat
berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap,
mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam
tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas.
Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa
penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker (1992) mengemukakan bahwa
profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam
melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm
(1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping
kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan
tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy).
Membicarakan tentang profesionalisme guru,
tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu
sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi
ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive
development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development),
dan (3) pengembangan mandiri (self directed development) (Glatthorm,
1991).
Pengembangan intensif (intensive development)
adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan
secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan
melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan
yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya,
dan sejenisnya.
Pengembangan kooperatif (cooperative development)
adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan
teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan,
saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan
bisa melalui pertemuan KKG atau MGMP/MGBK. Teknik ini disebut juga dengan
istilah peer supervision atau collaborative supervision.
Pengembangan mandiri (self directed development)
adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri.
Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk
merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk
pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self
evaluation) atau penelitian tindakan (action research).
Dari berbagai sumber diatas secara umum
dapat diidentifikasikan dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi profesional
guru sebagai berikut: a. Dapat menerapkan landasan kependidikan baik filisofi,
psikologis, sosiologis, b.dapat menerapkan teori belajar sesuai dengan taraf
perkembangan peserta didik, c. Mampu menangani dan mengembangkan mata pelajaran
yang menjadi tanggungjawabnya, d. Dapat menerapka metode pembelajaran yang
bervariasi, e. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat,media dan
sumber belajar yang relevan, f. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan
program pembelajaran, g. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta
didik, h. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
====================
Sumber:
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal.
PMPTK Depdiknas. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Sumber Daya
Manusia di Sekolah Dasar (Materi Diklat Calon kepala sekolah/Kepala
sekolah). Jakarta.
Mulyasa, E,(2007). Standart
Kompetensi Guru dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar